vendredi 30 mars 2012

Salam Damai Kami Untuk Indonesia

*Oleh : Kusnadi el-Ghezwa

Tak terasa setahun setengah sudah ku berada di negara Arab, meninggalkn tanah airku yang kucinta, keluarga, teman-teman dan saudara. Sejenak kuluwangkan waktu sebagai pengobat rasa rinduku kepada mereka setelah dua minggu bergelut dengan buku menghadapi Ujian Muroqobah dengan bismillah ku buka laptop hitamku yang sudah otomatis tersambung dengan koneksi interenet.

Barusaja ku buka berita di berbagai media informasi baik TV maupun media informasi lainnya seketika itu aku tercengang penuh iba sambil mengerutkan dahi lima centi dan mengelus dada. Bagaimana tidak? dari sekian banyaknya berita dari tanah air semuanya bertema “Menolak kenaikan harga BBM” .

Semua rakyat bersatu melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk dan sikap penolakan harga BBM. Baik dari  ormas, mahasiswa, buruh, petani, pekerja biasa, pekerja kantoran, pekerja keras, supir, bupati, sampai anak-anak kecil, ibu-ibu, bapak-bapak dan semua lapisan masyarakat Indonesia lainnya ikut berunjuk rasa di depan istana Jakarta.

Mereka melakukan aksinya dengan berbagai macam cara, ada yang membakar ban mobil , ada yang berjalan menenteng spanduk bertuliskan “ Menolak kenaikan BBM”, ada yang berorasi disepanjang jalan sambil menutun kendaraan, ada yang mengekspresikan aksinya dengan theater dan nyanyian, bahkan ada yang nekat melakukank aksi demonstrasinya dengan bakar diri. Semua itu adalah sebagai sikap dan bentuk protes mereka terhadap sikap pemerintah yang tidak pro dengan rakyat.

Tidak sedikit pula dari kalangan partai yang ikut menyuarakan suara hati rakyat sebagaimana yang telah di beritakan dari tribunnews.com

PKS: Merdeka! Harga BBM Tidak Naik
Golkar: Belum Saatnya Harga BBM Naik
PPP Minta Kenaikan Harga BBM Ditunda
PKB Tolak Kenaikan Harga BBM
PDIP: Penolakan Kenaikan Harga BBM Tak Bisa Ditawar Lagi
catat ini....!!!!

Melihat aksi yang begitu banyak ribuan aparat diturunkan untuk mengamankan sikap rakyat yang semakin gawat, aparatpun terus bertindak represif terhadap rakyat yang tak mau pasif hingga menyebabkan sebagian wartawan terkena aksi aparat yang kalap. Tak terasa dua jam sudah aku duduk di depan laptop, melihat berita yang menarik perhatian banyak orang itu membuatku terdiam dan tak kuasa untuk mengucapkan sepatah kata.  Hanya harapan dan doa yang keluar dari lubuk hatiku semoga aksi demonstrasi ini berjalan dengan baik dan Indonesia semakin dewasa dalam menghadapi masalah ini. Khususnya bagi para pemimpin yang sekarang sedang menjabat di  pemerintahan semoga hatinya terbuka  dan mau menerima suara tangisan dan jeritan rakyatnya agar rakyat tak tambah melarat.

Salam Damai Kami Untuk Indonesia Dari Negeri Arab, Maroko.
 Tanger, 30 Maret 2012.

mercredi 28 mars 2012

Aksi Demonstrasi BBM

Kau yang disana..
Begitu mudahnya kau melupakan kami yang di bawah
Begitu mudahnya kau meninggalkan kami yang lemah
Apa kau sudah lupa sebelum kau menjadi pemerintah?
Apa kau sudah lupa pada janjimu yang terucap dengan sumpah?

Kau yang disana..
Begitu mudahnya kau memberikan kami ribuan janji
Dengan dalih ingin mensejahterakan kehidupan kami
Namun satu dari sekian banyak janjimu satupun tak ada bukti
Kau malah menghianati, membohongi dan menyakiti hati kami

Kau yang disana..
Yang duduk manis di atas singgasana di bawah atap yang megah
Yang menikmati hasil  jerih payah kami yang didapat dari sawah
Yang tak peduli apakah kebutuhan kami tercukupi atau sebaliknya
Yang tak peduli dengan keluh kesah dan tangisan darah rakyatnya

Kau yang disana..
Sampai kapan kau kan terus berbuat keji seperti ini?
Sampai kapan kau kan membiarkan jeritan suara hati kami?
Sampai kapan kau kan mengabaikan hak-hak kami ?
Sampai kapan kau kan memikirkan perut dan kantongmu sendiri?

Kau yag disana..
Kami muak dengan kerakusan dan tipu daya muslihatmu
Kami muak dengan celoteh dan janji-janjimu yang palsu
Kami muak dengan  perilaku dan perbuatanmu
Kami muak dengan  segala yang ada pada dirimu

Kau yang disana..
Jika tiga hari lagi kau tak mampu mengatasi naiknya harga BMM  bersubsidi
Dengan alasan besarnya belanja birokrasi dan pemotongan porsi subsidi
Jangan salahkan kami jika putra-putrimu melakukan aksi demonstrasi
Jangan salahkan kami jika putra-putrimu menghentikan pemerintahanmu sampai disini

Kau yang disana..
Tulisan ini bukan hanya sekedar kritikan atau kecaman
Tapi sebuah ancaman dan permintaan yang harus kau kerjakan
Jika tidak jangan salahkan putra-putrimu jika negeri ini jadi berantakan
Jangan salahkan kami jika putra-putri Indonesia membakar pemerintahan

Tanger, 29 March 2012.
01.20, bersama kau yang ada disana..
By: Rijalul ghoib

vendredi 16 mars 2012

Ungkapan Dalam Mendidik Anak

Jika anak di besarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak di besarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak di besarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
Jika anak di besarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
Jika anak di besarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri
Jika anak di besarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Jika anak di besarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak di besarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak di besarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak di besarkan dengan penerimaan, ia belajar mencinta
Jika anak di besarkan dengan dukungan, ia belajar menenangi diri
Jika anak di besarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
Jika anak di besarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawaan
Jika anak di besarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak di besarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak di besarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak di besarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran

Aku Ingin Anak Lekakiku Menirumu

Ketika lahir, anak lelakiku gelap benar kulitnya, Lalu kubilang pada ayahnya:
“Subhanallah, dia benar-benar mirip denganmu ya!”
Suamiku menjawab:
“Bukankah sesuai keinginanmu? Kau yang bilang kalau anak lelaki ingin seperti aku.”
Aku mengangguk. Suamiku kembali bekerja seperti biasa. Ketika bayi kecilku
berulang tahun pertama, aku mengusulkan perayaannya dengan mengkhatamkan Al Quran di
rumah Lalu kubilang pada suamiku:
“Supaya ia menjadi penghafal Kitabullah ya,Yah.”
Suamiku menatap padaku seraya pelan berkata:
“Oh ya. Ide bagus itu.”
Bayi kami itu, kami beri nama Ahmad, mengikuti panggilan Rasulnya. Tidak berapa
lama, ia sudah pandai memanggil-manggil kami berdua: Ammaa. Apppaa. Lalu ia menunjuk
pada dirinya seraya berkata: Ammat! Maksudnya ia Ahmad. Kami berdua sangat bahagia
dengan kehadirannya.
Ahmad tumbuh jadi anak cerdas, persis seperti papanya. Pelajaran matematika
sederhana sangat mudah dikuasainya. Ah, papanya memang jago matematika. Ia kebanggaan
keluarganya. Sekarang pun sedang S3 di bidang Matematika.
Ketika Ahmad ulang tahun kelima, kami mengundang keluarga. Berdandan rapi kami
semua. Tibalah saat Ahmad menjadi bosan dan agak mengesalkan. Tiba-tiba ia minta naik ke
punggung papanya. Entah apa yang menyebabkan papanya begitu berang, mungkin
menganggap Ahmad sudah sekolah, sudah terlalu besar untuk main kuda-kudaan, atau
lantaran banyak tamu dan ia kelelahan. Badan Ahmad terhempas ditolak papanya, wajahnya
merah, tangisnya pecah, Muhammad terluka hatinya di hari ulang tahunnya kelima.
Sejak hari itu, Ahamad jadi pendiam. Murung ke sekolah, menyendiri di rumah. Ia tak
lagi suka bertanya, dan ia menjadi amat mudah marah. Aku coba mendekati suamiku, dan
menyampaikan alasanku. Ia sedang menyelesaikan papernya dan tak mau diganggu oleh
urusan seremeh itu, katanya.
Tahun demi tahun berlalu. Tak terasa Ahmad telah selesai S1. Pemuda gagah, pandai
dan pendiam telah membawakan aku seorang mantu dan seorang cucu. Ketika lahir, cucuku
itu, istrinya berseru sambil tertawa-tawa lucu:
“Subhanallah! Kulitnya gelap, Mas, persis seperti kulitmu!”
Ahmad menoleh dengan kaku, tampak ia tersinggung dan merasa malu.
“Salahmu. Kamu yang ingin sendiri, kan. Kalau lelaki ingin seperti aku!”
Di tanganku, terajut ruang dan waktu. Terasa ada yang pedih di hatiku. Ada yang
mencemaskan aku.
Cucuku pulang ke rumah, bulan berlalu. Kami, nenek dan kakeknya, datang bertamu.
Ahmad kecil sedang digendong ayahnya. Menangis ia. Tiba-tiba Ahmad anakku menyergah
sambil berteriak menghentak,
“Ah, gimana sih, kok nggak dikasih pampers anak ini!”
Dengan kasar disorongkannya bayi mungil itu.
Suamiku membaca korannya, tak tergerak oleh suasana. Ahmad, papa bayi ini, segera
membersihkan dirinya di kamar mandi. Aku, wanita tua, ruang dan waktu kurajut dalam
pedih duka seorang istri dan seorang ibu. Aku tak sanggup lagi menahan gelora di dada ini.
Pecahlah tangisku serasa sudah berabad aku menyimpannya. Aku rebut koran di tangan
suamiku dan kukatakan padanya:
“Dulu kau hempaskan Ahmad di lantai itu! Ulang tahun ke lima, kau ingat? Kau tolak
ia merangkak di punggungmu! Dan ketika aku minta kau perbaiki, kau bilang kau sibuk
sekali. Kau dengar? Kau dengar anakmu tadi? Dia tidak suka dipipisi. Dia asing dengan
anaknya sendiri!”
Allahumma Shali ala Muhammad. Allahumma Shalli alaihi wassalaam. Aku ingin
anakku menirumu, wahai Nabi.
Engkau membopong cucu-cucumu di punggungmu, engkau bermain berkejaran
dengan mereka Engkau bahkan menengok seorang anak yang burung peliharaannya mati.
Dan engkau pula yang berkata ketika seorang ibu merenggut bayinya dari gendonganmu,
“Bekas najis ini bisa kuseka, tetapi apakah kau bisa menggantikan saraf halus yang
putus di kepalanya?”
Aku memandang suamiku yang terpaku.
Aku memandang anakku yang tegak diam bagai karang tajam.
Kupandangi keduanya, berlinangan air mata.
Aku tak boleh berputus asa dari Rahmat-Mu, ya Allah, bukankah begitu?
Lalu kuambil tangan suamiku, meski kaku, kubimbing ia mendekat kepada Ahmad. Kubawa
tangannya menyisir kepala anaknya, yang berpuluh tahun tak merasakan sentuhan tangan
seorang ayah yang didamba.
Dada Ahmad berguncang menerima belaian. Kukatakan di hadapan mereka berdua,
“Lakukanlah ini, permintaan seorang yang akan dijemput ajal yang tak mampu
mewariskan apa-apa: kecuali Cinta.
Lakukanlah, demi setiap anak lelaki yang akan lahir dan menurunkan keturunan demi
keturunan.
Lakukanlah, untuk sebuah perubahan besar di rumah tangga kita! Juga di permukaan
dunia. Tak akan pernah ada perdamaian selama anak laki-laki tak diajarkan rasa kasih dan
sayang, ucapan kemesraan, sentuhan dan belaian, bukan hanya pelajaran untuk menjadi
jantan seperti yang kalian pahami. Kegagahan tanpa perasaan.
Dua laki-laki dewasa mengambang air di mata mereka.
Dua laki-laki dewasa dan seorang wanita tua terpaku di tempatnya.
Memang tak mudah untuk berubah. Tapi harus dimulai. Aku serahkan bayi Ahmad ke
pelukan suamiku. Aku bilang:
“Tak ada kata terlambat untuk mulai, Sayang.”
Dua laki-laki dewasa itu kini belajar kembali. Menggendong bersama, bergantian
menggantikan popoknya, pura-pura merancang hari depan si bayi sambil tertawa-tawa
berdua, membuka kisah-kisah lama mereka yang penuh kabut rahasia, dan menemukan
betapa sesungguhnya di antara keduanya Allah menitipkan perasaan saling membutuhkan
yang tak pernah terungkapkan dengan kata, atau sentuhan. Kini tawa mereka memenuhi
rongga dadaku yang sesak oleh bahagia, syukur pada-Mu
Ya Allah! Engkaulah penolong satu-satunya ketika semua jalan tampak buntu.
Engkaulah cahaya di ujung keputusasaanku.
Tiga laki-laki dalam hidupku aku titipkan mereka di tangan-Mu.
Kelak, jika aku boleh bertemu dengannya, Nabiku, aku ingin sekali berkata:
Ya, Nabi. aku telah mencoba sepenuh daya tenaga untuk mengajak mereka semua menirumu!
Amin, Alhamdulillah
SEBARKAN ke teman anda jika menurut anda catatan ini bermanfaat
Oleh: Dei Al-faly Al-faroby

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan