vendredi 30 septembre 2011

Assalamualaikum wr.wb

Assalamualaikum wr.wb....

                               cs
Semoga kabar baik dan kesehatan selalu melingkupi pembaca sekalian. 
Teriring ucapan syukur dan bahagia ahirnya dengan ridhoNya kami bisa membuat blog atau website ini sebagai wahana informasi antara santri dan alumni PP.Al-Ghozali supaya mempererat  tali silaturahmi dan bisa meningkatkan potensi diri dan meraih prestasi.

Syukur dan bahagia kami tersebut, selain karena dapat menyajikan informasi-informasi yang terus kami kembangkan, juga karena kami mendapat semangat baru yang terus menerus dari respon pembaca dan semua pihak yang telah mendukung adanya website ini. 

Khususnya para santri dan para alumni.
Akhirnya, sebagai penutup pengantar edisi ini, segenap tim redaksi
Website ini berharap kehadiran media ini tidak menjadi siasia.
Sebaliknya, kehadirannya menjadi jembatan informasi dan
komunikasi yang efektif.

 Kami mengucapkan terima kasih atas
berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini.
Selamat membaca.

jeudi 29 septembre 2011

ARAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN INTELEKTUAL MUSLIM


                                             
Sebagai manusia dewasa pernahkah kita merenung, bermuhasabah, atau berkontemplasi tentang jalan dan arah pengembangan kepribadian kita? Dengan karunia umur yang sudah puluhan tahun ini, pernahkah kita dengan sungguh-sungguh bertanya kepada diri kita: untuk tujuan apa keseluruhan minat, bakat, angan-angan, ambisi, harapan, rencana-rencana, aktivitas-aktivitas dan cita-cita kita? Sudahkah kita mencoba memahami dengan sungguh-sungguh maksud Ilahi bahwa kita makhluk manusia tidak akan diciptakan kecuali untuk melakukan penghambaan yang ikhlas kepada-Nya, dan melaksanakan misi kekhalifahan sebagai wakil-Nya di bumi? sebagai komunitas intelektual muslim, pernahkah kita renungkan bagaimana grand visi dan grandorientasi kita tentang arah dan tujuan pengembangan intelektual kita?
Jika kita membaca sejarah Islam periode Makkah, grand visi dan grand orientasi inilah yang menjadi fokus awal pesan dakwah dan pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah SAW. Hal ini dibuktikan dengan ayat-ayat Al-Qur`an yang turun pada periode awal Islam dimaksud. Banyak ayat Al-Qur`an yang mengeritik grand visi (visi fundamental) kaum jahiliyah yang rendah dan hina. Misalnya:
Q.S. At-Takatsur ayat 1-4: Bermegah-megah telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui  (akibat perbuatanmu itu). Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui.
Q.S. Al-Humazah ayat 1-4: Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Huthamah.
Q.S. Al-Qiyamah, 75: 3-5: Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? (Bahkan) Kami mampu menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. Tetapi manusia hendak membuat maksiat terus-menerus.
Q.S. Al-’Alaq, 96: 6-7: Sekali-kali tidak! Sungguh manusia itu benar-benar melampaui batas. Apa bila melihat dirinya serba cukup.
Hadirin yang dimuliakan Allah…
Itulah di antara beberapa gambaran suram grand visi (visi fundamental) kaum jahiliyah yang rendah dan hina. Suatu grand visi yang rendah,  hina dan bersifat destruktif, yang akan merusak sendi-sendi bangunan sosial dan peradaban, dan dengan demikian orang yang bervisi demikian pasti anti keadaban.
Nabi kita Muhammad SAW telah berhasil menjungkirbalikkan grand visi jahiliyah itu, dan menggantinya dengan grand visi tauhidiy atau Islamiy.
Bagaimana dengan grand visi kita? Atau dalam bahasa filsafat pendidikan: Bagaimana falsafah yang kita miliki tentang arah pengembangan kepribadian kita? Sebagai calon ilmuan atau intelektual muslim, bagaimana visi kita tentang bentuk kepribadian yang menjadi cita-ideal kita?
Hadirin…
Marilah kita kembali berkontemplasi tentang visifundamental Islam dalam mengembangkan kepribadian. Di tengah kontemplasi, bisa jadi kita akan menemukan diri kita ternyata masih berada pada posisi dan kualitas pribadi kaum jahiliyah. Na’udzubillah min dzalik! Dalam psikologi, Sigmund Freud memandang kepribadian jahiliyah itu masih berada pada periode perkembangan jiwa anak-anak yang paling elementer yaitu periode oral, anal, dan genital. Orang seperti ini menurut Freud mengalami fiksasi, yakni keterlambatan perkembangan kepribadian, dan orang ini menurut Freud pasti mengalami sakit jiwa. Meskipun sudah dewasa, ia memandang kenikmatan hanya pada makan dan minum dan mempermainkan alat kelamin. Perbedaannya dengan anak-anak, ia mengubah makan dan minum ke dalam bentuk simbol, misalnya dalam bentuk mengumpul-ngumpul kekayaan atau tenggelam dalam memenuhi hawa nafsunya.
Hadirin…
Hamka mengatakan bahwa orang yang belum mampu mengontrol materi, kebendaan, atau dorongan hawa nafsu dalam memenuhi kebutuhannya, hal itu pertanda bahwa ruhnya tidak fungsional. Ruhnya masih dikendalikan oleh jasadnya atau hawa nafsunya. Allah mencemooh orang ini sebagai manusia yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Al-Ghazali mengatakan, orang ini tidak akan pernah mendapatkan kelezatan ibadah dan lebih dari itu tidak akan mencapai ma’rifah. Bahkan al-Ghazali menyindir orang ini sebagai orang-orang yang sibuk berputar-putar di sekitar WC ketika orang lain beribadah di mesjid.
Oleh karena itu, jika perkembangan kepribadian kita masih periode oral, anal dan genital, maka kita tidak akan pernah sampai kepada keulamaan, atauderajad kewalian. Kita bahkan akan terhina karena bertekuk lutut di bawah perintah duli tuan hawa nafsu kita. Suatu derajad yang hina yang setara dengan derajad binatang ternak (al-an’am), bahkan lebih rendah dan sesat (balhum adhall). Jika demikian, kita pun tidak akan dipandang oleh Nabi kita yang mulia sebagai seorang intelektual muslim yang pantas menjadi waratsat al-anbiya`.
Hadirin…
Sebagai intelektual atau calon intelektual, mari kita lebih sering berkontemplasi diri, bermuhasabah. Pada station yang mana kita sekarang. Dalam keseluruhan aktivitas pikir, sikap dan laku kita, di kampus, di rumah atau dimana saja, apakah berproses menuju keulamaan yang waratsat al-anbiya` atau justru mengarah kepada ‘ulama` al- su`.
Untuk memperkukuh visi kita tentang ‘ulama waratsat al-anbiya`, ada baiknya kita dengar pandangan Syaikh Ahmad bin Ajibah sebagaimana disadur oleh K.H. Achmad Siddiq:
الناس ثلاثة عالم و عابد و عارف . و كلهم أخذ حظا من الوراثة النبوية : فالعالم ورث أقوال النبي صلى الله عليه و سلم علما و تعليما بشرط إخلاصه, و إلا خرج من الوراثة الكلية و العابد ورث أفعاله صلى الله عليه و سلم من صيامه و قيامه ومجاهدته والغارف (الصوفي) ورث العلم والعمل وزاد عليهما بورا ثة الأخلاق التي كان عليها باطنه صلى الله عليه و سلم من زهد و ورع و خوف و رجاء و صبر و حلم و محبة و معرفة.
Artinya:
Manusia itu (maksudnya para ulama) ada tiga: (1) ‘Alim, (2) ‘Abid, (3) ‘Arif. Masing-masing mewarisi bagian dari warisan kenabian. Seorang yang ‘alim, mewarisi ucapan-ucapan Rasulullah, yaitu ilmu dan pengajaran, tetapi syaratnya harus ikhlas. Kalau tidak ikhlas, maka sama sekali orang tersebut tidak akan mewarisi warisan kenabian. Seorang yang ‘Abid, mewarisi perbuatan Nabi, yaitu shalatnya, puasanya, mujahadahnya dan perjuangannya. Sedangkan Seorang yang ‘arifmewarisi ilmu dan amal Rasulullah (maksudnya: orang tersebut di samping seorang ‘alim, juga seorang ‘abid), ditambah dengan pewarisan akhlak yang sesuai dengan batin (mental) Rasulullah, berupa: zuhud, wara`, Takut (kepada Allah), berharap (akan ridha-Nya), sabar, hilm (stabilitas mental), kecintaan (kepada Allah dan segala yang dicintai oleh-Nya), ma’rifah (penghayatan yang tuntas tentang ketuhanan), dan sebagainya.
Orang yang ‘arif inilah yang akan mencapai derajad keulamaan atau kewalian. Menurut Murtadha Muthahhari, salah satu tahap dalam “wilayah” atau kewalian, adalah tahap ketika seseorang sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya. Dia tidak akan marah ketika seharusnya marah. Dia tidak ingin membalas dendam ketika semestinya ia membalas dendam. Dia tidak sakit hati ketika orang menyakiti hatinya. Nafsunya sudah terkendalikan. Jika orang sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya, maka ia akan naik ke dalam wilayah (tahap kewalian) yang kedua, yaitu ketika ruhnya sudah bisa mengendalikan tubuhnya. Tingkat yang ketiga, ialah ketika ruhnya sudah bisa mengendalikan gerakan alam semesta, dan dari dirinya memancar sesuatu yang menggerakkan dan mengguncangkan seluruh molekul di sekitarnya.
Orang seperti ini menurat Al-Farabi akan mendapat limpahan ilmu ilahiyah dari akal aktif (malaikat Jibril), atau dapat melakukan kontak langsung denganhadhrat rububiyah versi Ghazali. S.H. Nasr mengatakan, orang seperti inilah yang akan sukses membangun peradaban dan mengemban tugas-tugas kemanusiaan, karena ia telah berhasil memi’rajkan ruhaninya, sebagaimana Nabi SAW ikutannya juga telah mi’raj sebelum mengemban tugas membangun peradaban Muslim di Madinah.Bahkan menurut Al-Ghazali, ketika nyawa wali Allah ini dicabut, malaikat maut pun sudi memberi tangguh. Dalam suatu dialog dengan hamba yang shalih ini, malaikat maut berkata kepadanya, “Pilihlah dalam keadaan apa engkau sukai aku cabut nyawamu. Hamba itu menjawab, “Engkau dapat melakukan itu? Malaikat maut berkata, “Ya, aku disuruh melakukan itu” Wali Allah itu menjawab, “Biarkan aku hingga aku berwudhu’ dan melakukan shalat.” Maka malaikat maut itu pun memberinya waktu dan mencabut nyawa wali Allah itu ketika sedang sujud.

Hadirin rahimakumullah…
Demikianlah khutbah ini, semoga bermanfaat, dan menjadi nasehat bagi diri khatib dan saudara-saudaraku semua di tengah-tengah pengabdian kita di kampus harapan umat ini. Semoga kita menjadi intelektual muslim yang benar-benar berproses menuju keulamaan atau kewalian.

برك الله لي و لكم إنه هو الغفور الرحيم

KEGIATAN PP AL-GHOZALI BAHRUL U'LUM


JENIS KEGIATAN PP AL-GHOZALI BAHRUL U'LUM :

1. Tahlil
2. Khotmil Qur'am
3. Istighosah
4. Dzibaiyah
5. Manakib
6. Hadroh
7. Barzanji
8. Keputrian
9. Qiroa'h
10. Khotbah (putra)
11. Khitobah
12. Diniyyah
13. Muchadloroh
14. Muchafadloh
15. Olah raga
16. English Course
17. Arabic Course
18. Tahfizdul Qur'an

      
MATERI DINIYYAH:
1.       Tajwid
2.       Fiqih
3.       Tauhid
4.       Shorof
5.       Akhlaq
6.       Hifzdul Qur’an (putri)
7.       I’lal
8.       Faroi’di
9.       I’rob
10.   Ilmu tafsir
11.   Insya
12.   Qiroatul kitab
13.   Batsul kitab
14.   Nahwu


WAKTU DAN JADWA AKTIFITAS SEHARI-HARI:
03.45-04.30   Sholat malam
04.30-05.00   jamaah Subuh
05.00-06.00   Pengajian Al Qur’an
06.30-12.30   Sekolah
12.45-13.45   Jamaah Dzuur
13.45-14.00   Pengajian Al Qur’an
14.00-15.00   Istirahat
15.00-15.30   Jamaah Ashar
15.30-15.45  Qiyaman
15.45-16.00   Pengajian Al Qur’an
16.00-17.00  Diniyyah dan Wethonan
17.45-18.10   Jamaah Mahrib
18.10-18.25   Pengajian Al Qur’an
18.25-19.00    Pengajian Wethon
19.20-19.45   Jamaah Isya
19.45-20.00   Pengajian Al Qur’an
20.00-21.00   Diniyyah dan Klasikal
21.00-21.30   Takrorudurus
21.30-03.45   Istirahat

Kedudukan Mahar dan Realita


Kedudukan Mahar dan Realita

Mahar merupakan hak diantara hak-hak istri yang harus dipenuhi oleh suami, yaitu hukum diantara hukum-hukum akad nikah, pengaruh diantara pengaruh-pengaruhnya, bukan syarat sah.[1]
Dalil al-Qur’an tentang kewajiban mahar disebutkan dalam surat an-Nisa’ ayat 4
وأتوا النساء صدقاتهن نحلة memberikan wacana dan penjelasan bahwa Islam memuliakan wanita diantaranya kewajiban memberikan mahar bagi laki-laki terhadap wanita. Khitab ayat diatas ditunjukkan kepada para suami, dikatakan juga ditunjukkan kepada para wali nikah seperti yang dikatakan oleh Abu Shalih, wali nikah mengambil mahar wanita dan tidak memberinya apapun oleh karena itu para wali nikah dilarang melakukannya dan diperintahkan untuk membayarnya kepada wanita-wanita yang dinikah.[2]
Agama Islam menjadikan setiap laki-laki dan wanita mempunyai tugas masing-masing di kehidupan ini, maka tidak elok bagi setiap salah satunya melampaui tugasnya kecuali ketika dharurat, harus dilakukan, oleh sebab itu, tugas wanita di dalam perspektif Syariat Islam yaitu menjadi pemimpin tempat tinggalnya untuk mengaturnya sesuai yang diberikan kepadanya di dalam kehidupan ini, mendidik anak-anaknya secara benar, oleh karena itu,  tidak bisa meninggalkan keutamaan diantara keutamaan-keutamaannya melainkan membiasakaanya, tidak meninggalkan kejelekan diantara kejelekan-kejelekannya melainkan mawas diri dari kejelekan itu…[3]
Berdasarkan fungsi ini kita bisa mengetahui tugas masing-masing wanita dan laki-laki terutama dalam hubungan rumah tangga dan muamalahnya dengan millieunya. Oleh karena itu kita bisa menjawab kenapa  mahar diwajibkan bagi suami bukan istri? yaitu karena peraturan alam pada eksistensinya menjadikan laki-laki bekerja dan wanita melakukan urusan-urusan rumah dan beban-beban material dibebankan seluruhnya kepada suami. Tentunya mahar material ini diberikan oleh suami sebagai tanda keharmonisan yaitu dari segi kebaikan dan ikhlas.
Oleh karena itu, apabila kewajiban mahar itu terbalik –wajib bagi pihak perempuan- maka akan terjadi ketimpangan seperti menurut laporan wanita di India PBB pada tahun 1991, budaya sosial dimana keluarga pengantin wanita harus membayar mas kawin kepada pengantin laki-laki, telah mendorong banyak laki-laki meminta mahar yang tinggi dan pemberian yang berharga bahkan setelah pernikahan. Ketika keluarga dari wanita miskin tidak dapat memenuhi permintaan suami yang serakah tersebut, mereka menghadapi perlakuan brutal dan terkadang serangan yang bisa menyebabkan kematian. Pada tahun 1987 saja, sekitar 1786 wanita dibunuh karena gagal memenuhi permintaan mahar dari suami mereka.[4]


Macam-Macam Mas Kawin[5]
Mahar menurut Ulama fikih terbagi menjadi dua macam, yaitu: mahar musammandan mahar mitsli.
Mahar Musamman yaitu mahar yang disebutkan di dalam akad atau setelah akad secara saling ridha, atau ditentukan terhadap istri setelah akad secara saling ridha, atau ditetapkan oleh hakim, karena keumuman ayat
وقد فرضتم لهن فريضة, فنصف ما فرضتم (البقرة: 237)

 Ulama berbeda pendapat dalam definisi Mahar Mitsli sebagai berikut:
حدده الحنفية: بأنه مهر إمرأة تماثل الزوجة وقت العقد من جهة أبيها, لا أمها إن لم تكن من قوم أبيها, كأختها وعمتها وبنت عمها, في بلدها وعصرها.
Hanafiyyah mendefiniskannya: mahar wanita yang menyerupai istri pada waktu akad dari segi ayahnya, bukan ibunya apabila tidak ada wanita dari keluarga ayahnya, seperti saudarinya, bibinya (saudari ayah) dan anak perempuan pamannya di daerah dan kerabatnya.
حدده الحنابلة: بأنه معتبر بمن يساويها من جميع أقاربها, من جهة أبيها وأمها, كأختها وعمتها, وبنت عمتها, وأمها, وخالتها وغيرهن القربى
Hanabilah mendefinisikannya sebagai sesuatu yang dihargai bagi orang yang menyamai wanita dari seluruh kerabatnya, dari segi ayah dan ibunya, seperti saudari, bibi, anak laki-laki bibi, ibu,  bibi (saudari ibu) dan lainnya yang kerabat.

حدده المالكية والشافعية: بأنه ما يرغب به مثله – أي الزوج – في مثلها – أي ألزوجة – عادة.
Malikiyyah dan Syafi’iyyah mendefinisikannya sebagai Sesuatu yang dipilih oleh serupa suami terhadap serupa istri secara adat.
Penyebab diwajibkannya mahar mitsli telah dibahas di beberapa literatur fikih,[6] sehingga tak perlu dilampirkan dalam catatan singkat ini.

Selayang Pandang Problematika Mas Kawin[7] 
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengetahui berbagai macam aplikasi mahar tersebut, baik dengan material seadanya, sederhana, maupun berlebihan. Kebanyakan masyarakat menjadikan mahar seperti harga untuk wanita, menyangka bahwa hal berlebihan tersbut sebagai pengagungan terhadap keluarga wanita, kebesaran derajatnya. Padahal aplikasi mahar tidaklah berlebihan seperti itu, melainkan sebagai simbol kebenaran kecenderungan pada pernikahan dan pemberian kepada wanita, kasih sayang kepadanya di dalam membina kehidupan rumah tangga yang mulia.[8] Demikian itu menyebabkan berpalingnya pemuda dari pernikahan –apalagi orang-orang miskin- mengikuti jejak syaitan, mencari kejelekan, kebaikan berubah menjadi kejelekan, ketenangan menjadi kerisauan, kehormatan ternodai, nasab pun tercampur dan merebaknya penyakit.[9]
Kesimpulannya bahwa sifat berlebihan di dalam mahar itu makruh secara syar’I, kemudahan di dalam mahar adalah mandub dan diantara sebab-sebab berkah dan kebaikan bagi laki-laki, wanita dan masyarakat.[10]
Begitupula masalah nikah beda agama yang berdampak pada mas kawin diantaranya perbedaan pendapat Ulama mengenai boleh tidaknya mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar apabila memberi mahar mengajarkan suatu surat al-Qur’an kepada istri yang ahli kitab.
Menurut Syafi’iyyah boleh melakukannya apabila istrinya ada harapan masuk Islam, berdasarkan Firman Allah وَإِِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللَّهِ, apabila tidak bisa diharapkan masuk islam maka tidak boleh melakukannya.
Menurut Hanâbilah tidak boleh melakukannya karena sabda Nabi Saw.:
لاَ تُسَافِرُوا بِالْقُرْآنِ إِِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ [11]

Teori Aplikatif dalam Ushul Fikih
Mahar menurut Syafi’i adalah hak murni wanita; ketetapan dan pengambilan hak secara penuh. Abu Hanifah berkata bahwa mahar merupakan hak kepada Allah sebagai permulaannya, barangkali dia berkata; kewajiban kepada Allah, yang wajib untuk wanita, dia berhujah demikian itu bahwa mahar  wajib bukanlah sebab mewajibkan untuk wanita, melainkan kewajiban syara’ sehingga apabila suami dan istri sepakat gugurnya mahar maka wajib gugur.[12]
Dari ketentuan diatas, maka bercabang beberapa permasalahan diantaranya:
  1. Menurut Syafi’iyyah mahar tidak terkira, bahkan boleh sedikit dan banyak. Menurut Hanafiyyah sedikitnya mahar diperkirakan sebanyak 10 dirham,[13] sehingga apabila menyebutkan 5 maka wajib sepuluh. Hanafiyyah beralasan demikian bahwa harta yang sangat sedikit  memliki potensi bahaya di dalam syara’, sehingga sebab harta, pencuri dipotong, oleh karena itu organ kewanitaan tidak diperbolehkan tanpa mahar.
  2. Menurut Syafi’iyyah wanita apabila dipinang oleh laki-laki sekufu tanpamahar Mitsli dan ridha, maka wajib bagi para wali nikah untuk menikahkannya, apabila para wali nikah menolak maka dinikahkan olehQâdhi. Sedangkan menurut Hanafiyyah para wali tidak diwajibkan merespon seperti halnya  apabila wanita itu meminta kepada selain sekufu.
By: Joehari irhas Lc
  Mahasiswa Cairo Yang sedang menenmpuh gelar Master


[1] Muhammad Abu Zahrah, Muhâdharât fî ‘Aqdi’l Zawâj wa Âtsâruhu, Dar al-Fikri al-‘Arabi, hlm. 228.
[2] Abu Abdullah Muhammad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkami’l Qur’an, Dar al-Hadits, Kairo, 2002, jilid III, hlm. 26
[3] Imam Nawawi, Takmilatu’l Majmu’ Syarhu’l Muhadzdzab li’l Imam Abi Ishaq bin Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Syairazi, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Lebanon, cet. I, 2007, jilid XX, hlm. 5.
[4] The United Nation Report on Women in India, 1991.
[5] Prof. DR. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, Dar al-Fikr, Damaskus, cet. IV, 2007, jilid IX,  hlm. 6774-6776.
[6] Prof. DR. Ahmad al-Hajji al-Kurdi,  al-Mar’ah fi Dhaw’i al-Syarî’ah al-Islâmiyyah,bab Mahar, Ahkâmu’l Mahri, Dar al-Musthafa, cet. I, Damaskus, hlm. 21-23, DR. Musthafa al-Khin, DR. Musthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhâjî ‘alâ Madzhabi’l Imam al-Syafi’i, Dar al-Qalam Damaskus, Dar al-Salam, cet. IX, 2008, hlm. 77-79, Prof. DR. Wahbah Zuhailî, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, Dar al-Fikr, Damaskus, cet IV, 1997, jilid IX, hlm. 6777-6782.
[7] Untuk problematika kontemporer bisa dilihat di Muhammad Qadrî Bâsyâ, al-Ahkâm Al-Syar’iyyah fî’l Ahwâl al-Syakhshiyyah, Dar al-Salâm, jilid I, hlm. 267-28
[8] DR. Musthafa al-Khin, DR. Musthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhâjî ‘alâ Madzhabi’l Imam al-Syafi’i, Dar al-Qalam Damaskus, Dar al-Salam, cet. IX, 2008, hlm. 83
[9] Ibid., hlm. 83.
[10] Ibid., hlm. 85.
[11] Al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-kuwaytiyyah, bab hukmu hifzhi’l Qur’an, jilid XVII, hlm. 325.
[12] Imam Abu’l Manaqib Syihabuddin Mahmud bin Ahmad al-Zanjanî, Takhriju’l furû’ ‘ala’l Ushûl, Obekan, Riyadh, cet. II, 2006, hlm. 241.
[13] Satu dirham menurut Hanafiyyah yaitu 3,125 gram dan menurut Jumhur yaitu sekitar 2,975 gram, satu dinar yaitu 3, 25 gram, DR. Ali Jum’ah, al-Makâyîl wa’l Mawâzîn al-Syar’iyyah, Dar al-Risâlah, Kairo, cet. I, 2002, hlm. 14. 

Galeri

Pondok Pesantren Al-Ghozali Bahrul Ulum 

KH. Fatich Abdurrahim
Pendiri PP. Al-Gozali Bahrul Ulum
KH,Fajrunnajah AF
Putra pertama KH. Fatich AR
Musholla Ribath Al-Ghozali
foto keluarga pengasuh PP.Al-Ghozali  BU

1
2
foto Pengasuh dengan santri kelas akhir

kelas akhir
Suasana muhadoroh
Musofahah






Kegiatan Muhadoroh
Diskusi Harian
Makan bersama usai acara Muwadaah


Galeri Alumni yang kini menimba ilmu diluar negeri

meski langkahku lelah namun semangatku jangan sampai menyerah
jadikanlah semangat dan tekad kita
seperti  kerasnya  patung yang ada di atas gengaman tanganku
segala sesuatunya akan mudah jika kita lalui bersama


pekerjaan memancing seperti halnya kita  mengkaji kitab-kitab turots
harus sabar  dan jangan mudah menyerah didalam memahaminya
jangan mudah putus asa dalam belajar  teruslah semangat
seperti rambut yang tiap bula dipotong tapi tetap tumbuh juga
bolehlah kita istirahat sejenak agar otot dan otak kita fresh
tapi jangan lama-lama ntar kebablasan hehe..

dimanapun berada aku kan selalu mengharumkan namamu
wahai Indonesiaku
menikmati alam dan lingkungan sekitar
aku ingin terbang tinggi seperti burung dara yg ada disampingku
dia bisa bisa bebas kemana saja



Orientasi Santri Baru




Ibu Nyai dgn santri baru

anak siapa nih???


awas jangan didepanku

klik...hehe

lihat kamera...
1 2 3..krek....


FOTO JADOEL
ikutan coooooooy...
aku juga...
jadoel coyy

1
ZIARAH KE MAKAM PARA MASAYIKH PP.BAHRUL'ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG
Kami datang guru
MESKI DISIBUKAN BERBAGAI AKTIVITAS  KAMI TETAP MELUANGKAN WAKTU UNTUK  MENGUNJUNGIMU SEBAGAIMANA KAU TELAH MENGASUH,MENDIDIK DAN MENJAGAKU MULAI DARI BANGUN TIDUR SAMPAI TIDUR LAGI

Tempoe doeloe

Awal tahun ajaran baru Ribath Al-Ghozali


Pembukaan awal tahun ajaran baru dan pembacaan UU Ribath Al Ghozali


Akhirnya setelah masa-masa liburan Pondok Pesantren dan Madrasyah telah terlewati, kini tiba giliranya aktivitas Pondok akan lagi kita mulai, acara pembukaan awal tahun ajaran baru dilaksanakan setelah jamaah sholat Isya bersama pada tanggal 19 Juli 2010 di jerambah ribat Al ghozali, setelah pembukaan dan lantunan ayat-ayat Al Qur'an yang disusul dengan sambutan atas nama ketua pondok yaitu saudara Arwani Asfiya'. kini saatnya pembawa acara yaitu Saudara Muhammad Fahmi mempersilahkan kepada pengurus bidang keamanan untuk membacakan Undang Undang atau peraturan di ribath Al Ghozali.

Segala bentuk kegiatan di Ribath Al Ghozali resmi dibuka kembali pada 19 Juli 2010. sebuah pondok pesantren yang di dalamnya penuh dengan berbagaimacam kegiatan maka tidak bisa lepas dari adanya sebuah peraturan, demi terwujudnya sebuah kegiatan-kegiata tersebut dengan harapan dapat bermanfaat bagi setiap santri-santri baru maupun yang telah lama. amin...
Setelah mengalami beberapa kali revisi dan pada ahirnya malam itu setelah jamah sholat maghrib kami mendapatkan restu dari pengasuh ribath Al ghozali yakni KH. Fajrunnajah Al Fatich untuk membacakan di depan seluruh santri Al Ghozali degan harapan bagi semua santri dapat mentaati peraturan tersebut. dan beliau pun memberikan masukan-masukan untuk kami dalam menjalankan roda kepengurusan dalam ruang lingkup keamanan dan ketertiban.
Potret di samping ini adalah acara pembacaan Undang Undang ribath Al Ghozali dimana dalam hal ini di bacakan oleh saudara Abdurrouf dan Abdurrahman. 






Dan inilah potret wajah-wajah santri anyar dengan hidmat mereka mendengarkan pembacaan Undang Undang Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath Al Ghozali.
Semoga kami dapat memahami manfaat akan adanya undang undang dan dapat mentaati segala bentuk peraturan didalamnya. sehingga kami dapat belajar dengan rasa tenang dan nyaman serta mendapatkan berkah yang kelak kita harapkan bersama dapat menuntuk ke arah kebahagiaan di dunia dan akherat.


Setelah acara pembacaan Undang Undang selesai acarra selanjutnya yaitu sambutan atas nama pengasuh Ribat Al ghozali yaitu oleh KH. Fajrunnajah Al Fatich.
Dalam mauidhohnya beliau berpesan agar setiap santri dapat mentaati peraturan tersebut karna dengan mentaatinya hal itu sudah merupakan salah satu bentuk atau wujud dari tirakat kita dalam menuntut ilmu, yang kedua kalinya beliau berpesan agar setriap santri untuk senantiyasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Sepertinya gus. yun ( KH. Fajrunnajah Al Fatich) begitu sangat mengharapka agar semua santri santrinya dalam keadaan suci atau senantiyasa berwdlu ketika mempunyai khadats kecil. karena dalam kesempatan kali ini beliau juga menyampaikan hal tersebut yang sebelumnya beliau pernah sampaikan pada acara Akhirussanah.
Berikutnya beliau menganjurkan kepada setiap santri agar senantiyasa rajin untuk membersihkan gigi (bersiwakan) serta menjalankan sholat malam yang telah diwajibkan dalan peraturan ribath Al Ghozali.
Acara selanjutnya yaitu do'a yang nantinya akan disusul dengan musyafahah yang di iringi dengan lantutan sholawat untuk baginda Nabi Muhammad Saw.

Musyafahah adalah acara dimana seluruh santri untuk saling bersalam-salaman dengan pengasuh pondok pesantren ribat Al Ghozali, ketika lantunan sholawat mulai terdengar seketika itu seluruh santri-santri ribath Al Ghozali mulai saling bersalaman dengan pengasuh dan sesama santri Al Ghozali, akhirnya acara tersebut pun telah selesai dan berjalan dengan lancar, semoga keberkahan menyertai kita semua.
Terimakasih bagi siapa saja yang telah ikut serta mendukung dan membantu demi terwujudnya acara tersebut. semoga Allah SWT membalas amal kebaikan kita dengan sebaik-baiknya balasan. Amin...



By: Muhammad Syamsul hadi Spdi
      Alumni 2010

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan