mercredi 28 septembre 2011

Santri dan Millieu


Kacamata Santri
            Di dalam meneliti seputar lingkungan santri mempunyai keunikan tersendiri tak terkecuali dari aktifitas-aktifitas sehari-harinya yang cenderung kepada pemahaman kitab kuning. Disisi lain juga santri tidak mau kalah dengan orang-orang di luar pondok yang terkesan dengan kebebasannya melakukan dan mengetahui segala apa yang terjadi (dalam hal ilmu pengetahuan). Itu di tuangkan dan di aplikasikan dengan adanya bursa buku, media elektronik serta media cetak lainnya yang mendukung kemajuan dan perubahan dalam diri santri untuk menghadapi era globalisasi ini.
            Benar, apa yang dikatakan oleh Nabi Saw, yaitu memberi pemahaman kepada umat betapa mulia dan agungnya suatu ilmu yang didasari dengan keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat. Karena secara fitrah manusia, nafsu menginginkan keabadian dan itu tidak akan terealisasi tanpa adanya iman dan ilmu yang manfaat.
            Meneliti latar belakang santri memasuki lingkungan pondok dan menimba ilmu didalamnya memiliki perbedaan yang jauh antara santri zaman sekarang dan zaman dahulu. Santri zaman sekarang memiliki corak dan bentuk yang beragam diantaranya memang keinginan diri sendiri untuk mempelajari ilmu di pondok, dorongan atau desakan keluarga bahkan disebabkan karena suatu masalah yang timbul dari lingkungan sekitarnya.
            Dengan berjalannya waktu semua bercampur baur menyatu, baik yang bersifat baik maupun sebaliknya. Semuanya mau tidak mau harus mengikuti pendidikan serta mentaati peraturan yang telah ditetapkan  dan dijalankan untuk kemashlahatan para santri yang siap berkorban dan mencurahkan seluruh tenaganya demi meraih apa yang telah dicita-citakan guna melangsungkan kehidupan yang beragam penuh cobaan.
            Santri yang dinamis, progresif dan ekspresif  selalu mencurahkan seluruh tenaganya dan rela berkorban untuk mendapatkan keluhuran dengan ilmu-ilmu yang didambakan, diperoleh serta diamalkan dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini sesuai dengan apa yang biasa kita dengar yaitu firman Allah SWT.: رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا : Ya Tuhanku semoga Engkau menambahkan ilmu kepadaku. Adalah petunjuk yang jelas tentang keutamaan ilmu karena Allah SWT. tidak memerintahkan Nabi-Nya untuk mencari suatu kelebihan melainkan ilmu.
Arti ilmu yaitu ilmu syar’i yang berfaedah pengetahuan sesuatu yang wajib bagimukallaf, berupa perintah agama di dalam ibadah-ibadah dan muamalah-muamalahnya, mengetahui Allah dan sifat-sifatnya secara sempurna.
            Ilmu tersebut yang mengubah manusia dari kenistaan menuju keabadian. Permasalahannya bagaimana mendapatkan ilmu dengan sebaik mungkin?
Ada dua cara menjawab masalah itu yaitu:
1.      Mempelajari kitab-kitab terpercaya  yang dikarang oleh Ulama yang terkenal keilmuannya, amanahnya, dan selamat akidahnya dari bid’ah dan khurafat.
Cara ini mempunyai dua dampak:           
a). Lama waktunya, karena sesungguhnya manusia butuh waktu lama, perhatian mendalam,  bersungguh-sungguh dengan keras sehingga tercapai yang diinginkan. Dampak inilah terkadang orang-orang tidak mampu, apalagi melihat sekitarnya banyak yang menyia-nyiakan waktunya tanpa faedah.
b). Sesungguhnya orang yang mempelajari ilmu dari kandungan-kandungan kitab, ilmunya itu biasanya lemah, tidak didasari oleh kaidah-kaidah dan ushul-ushul. Oleh karena itu kita mendapati banyak kesalahan terhadap orang yang mempelajari ilmu dari kandungan-kandungan kitab dengan pemahaman sendiri yang pas-pasan.
2.   Mempelajari ilmu dari pendidik yang terpercaya ilmu dan agamanya, cara ini lebih cepat dan meyakinkan untuk mendapatkan ilmu. Karena di dalamnya terjadi proses pemahaman dan pemantapan ilmu melalui tanya jawab, mengunggulkan atau melemahkan perkataan-perkataan yang ada.
Metode-metode tersebut sebenarnya telah dipraktekan di pondok-pondok pesantren melalui sistem, strategi, dan solusi yang telah dibentuk dan diterapkan sedemikian rupa. Walaupun dalam kenyataannya sering mengalami problematika pondok pesantren mengenai proses belajar dan mengajar yang disebabkan kurangnya perhatian ilmu dan banyaknya kegiatan keilmuan baik dari pendidik maupun anak didiknya. Kelemahan tersebut dapat menimbulkan tidak majunya pendidikan pondok pesantren, sulitnya memahami materi-materi yang diajarkan bagi anak didik bahkan menumbuhkan rasa kebosanan, keengganan untuk memahami dan mendapatkan ilmu sampai pada puncaknya.
Oleh karena itu kesan yang tejadi antara kata pendidik dan pengajar jauh berbeda. Dari sini pendidik di tuntut mampu untuk membimbing dan mendidik anak didiknya guna kebaikan bersama. Seringkali pendidik mendapati kekurangannya ketika mengajar, begitu pula anak didik mendapatkan pelajaran yang diterima dari pendidik. Jadi keduanya disamping menjadi pelaku juga menjadi objek dilihat dari segi-segi tertentu.
Memang benar apa yang dikatakan Pepatah arab:
 ِلكُلِّ صَاِرمٍ نَبْوَةٌ وَلِكُلِّ جَوَادٍ كَََبْْوَةٌ وَلِكُلِّ عَالِمٍ هَفْوَةٌ
Artinya: bagi setiap pemotong itu ada melesetnya bagi setiap kuda balap ada tergelincirnya dan bagi orang alim ada kesalahannya. No One is perfect in the world, begitulah peribahasa yang sering kita dengar.
            Apabila kamu mengetahui bahwa kamu berada pada posisi yang benar didalam metode-metode dan pemikiran-pemikiranmu, maka kamu boleh berkata sesungguhnya metodeku benar atau lebih utama, tetapi tidak boleh berkata sesungguhnya yang benar adalah metodeku saja. Karena pandanganmu yang tidak puas dan pikiranmu yang lemah tidak bisa memutuskan dan tidak bisa dijadikan keputusan yang menyebabkan kepada menyalahkan metode-metode yang lainnya.
            Mencari ilmu adalah kewajiban kita sebagai santri, disamping itu juga harus memikirkan bersama untuk kemashlahatan, kemajuan dan harapan pondok pesantren kita yang tercinta dengan disertai kesadaran yang mendalam tidak menyalahkan satu sama lain, melakukan hak dan kewajiban yang dibebankan walaupun terasa berat untuk dilaksanakan. Semua ada batas dan ukurannya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh pembaharu islam dari Turki Syekh Said an-Nursi: “Sesungguhnya penguasa atas pengaturan urusan-urusan manusia yaitu: adakalanya akal atau penglihatan(bashor)….dengan kata lain, adakalanya pikiran atau indera-indera materi, adakalanya hak atau kekuatan, adakalanya kecenderungan-kecenderungan hati atau kecenderungan-kecenderungan akal, adakalanya hawa nafsu atau petunjuk.

Millieu (Lingkungan Pergaulan)
            Kata millieu biasa digunakan dalam ilmu pendidikan untuk menggambarkan lingkungan pergaulan didalam proses pendidikan.
            Asosiasi, sosialisasi, dan interaksi lingkungan sekitar kita memberi pengaruh kuat di dalam pembentukan jiwa manusia sehingga terbiasa untuk melakukan sesuatu yang telah tertangkap oleh indera manusia sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
            Di dalam realitanya santri mampu melakukan semua itu, apalagi didasari dengan pendidikan islam yang telah didapat dari pondok pesantren, sehingga mampu menumbuhkan benih-benih kecintaan terhadap alam sekitarnya, rasa solidaritas tinggi terhadap teman-temannya, memahami, mengerti dan menjalankan hak dan kewajiban. faktor-faktor ini menimbulkan perburuan-perburuan dan menaruh rasa penasaran yang dilakukan oleh muslim sendiri maupun non-muslim untuk mengetahui hakikat santri dari segi metode pendidikan, aktifas sehari-hari dan kekuatan islam yang selama ini sulit dipecah-belahkan.
            Dengan perbekalan-perbekalan yang didapat dari pondok pesantren, santri mampu menyeleksi dan mempertimbangkan antara mashlahat dan madharat. Tidak hanya mengandalkan akal saja yang terbatas, tetapi harus mewujudkan keseimbangan, keselarasan dan keserasian.
Memang benar apa yang dikatakan Abu Nawas di dalam salah satu kisahnya yaitu: “ Dunia itu tak terbatas dan akal itu terbatas maka sudah sepantasnya  yang terbatas tidak bisa mengukur yang tak terbatas”.
            Secara sadar maupun tidak, sebetulnya kita mengetahui semua itu, tetapi seringkali kita lalai dan ceroboh di dalam menjalankan kewajiban kita sebagai santri. Kita saling menyalahkan disebabkan kecemburuan sosial dan perbedaan strata. Permasalahan ini terus-menerus terngiang dan menggaung ditelinga kita, mengganjal di pikiran kita seakan-akan sulit dipecahkan bahkan menimbulkan salah asumsipersepsidan apersepsi. Mampukah kita mencari solusi sehingga mencapai kerukunan, keamanan, dan ketertiban bersama? Masalah bersama memang harus dipecahkan bersama.
Permasalahan selama ini adalah kita sering menyia-nyiakan waktu demi kegiatan-kegiatan atau pergaulan-pergaulan dilingkungan sekitar  yang tiada manfaatnya, sehingga menimbulkan  rasa penyesalan di akhir nanti. Orang Bijak berkata:
 اَلرِّضَي بِالضَّرَرِ لا يُنْظَرُ لَهُ
Artinya: Orang rela terhadap suatu bahaya itu tidak diperdulikan.
Maksudnya Apabila  kita rela malakukan sesuatu yang tidak berfaedah seperti menyia-nyiakan waktu belajar dengan obrolan tiada faedah, berlama-lama diwarung, dsb., maka jangan menyalahkan orang lain melainkan salahkan dirimu sendiri sehingga tidak diperdulikan dan menyesal  di kemudian hari. Demikian ini menunjukkan bahwa waktu bukanlah sekedar emas melainkan kehidupan yang hanya dimiliki sekali seumur hidup, maka renungkanlah!.
Disisi lain, pergaulan santri secara eksplisit mempengaruhi kepribadian santri, lebih-lebih di dalam memilih teman karena banyak sekali permaslahan yang ada di pondok dan luar pondok timbul dari pergaulan.
Di dalam syair dikatakan:
يُعْطِيْكَ مِنْ طَرَفِ اللِّسَانِِِِِ حَلاوَةً # وَيَرُوْغُ عَنْكَ كَمَا يَرُوْغُ الثَّعْلَبُ
Artinya: Dari ujung lidahnya dia memberimu sesuatu yang manis, tetapi sebenarnya dia menipumu layaknya seekor kancil.
Syair di atas mengingatkan kita untuk berhati hati didalam memilih teman.
            Pemahan kita tentang arti teman selama ini mungkin salah, sebab teman sebenarnya bukanlah yang terus menerus mau menuruti keinginan kita walaupun dia mengorbankan dirinya, tetapi teman sebenarnya adalah ilmu dan harta benda yang kita miliki (baca: bahaya teman).
            Demikian ini, penulis bukannya membatasi ruang lingkup pergaulan santri, melainkan memberi wacana dan alangkah baiknya pergaulan itu didasari dengan pengetahuan-pengetahuan pondok pesantren serta prinsip hidup yang baik dan kuat sehingga tidak terbawa arus kejelekan yang membawa kemurkaan. Semua itu tak lain untuk menjadikan santri yang hakiki dan menjaga nama baik pondok pesantren tercinta kita ini.
            Masyarakat kita akan menilai kita dari tingkah laku sehari-hari tanpa memandang dari sekolah atau pondok apa kita belajar. Yang kemudian akan di hubungkan dengan pondok kita dan nama baiknya, semua tergantung dari perlakuan kita sehari-hari sebagai wujud pencerminan pengetahuan-pengetahuan yang kita dapat dari pondok pesantren. Hal ini adalah bukti yang provabel apabila kita kembali ke lingkungan masyarakat kita, apalagi saya (penulis) sebagai santri abadi yang pernah mengalaminya semua.
خُذْ مَا صَفَا وَدَعْ مَا كَدَرَ
Artinya: ambillah yang jernih (baik) dan tinggalkanlah yang kotor (jelek).

By: Johaeri Dorduncu

0 commentaires:

Enregistrer un commentaire

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan