vendredi 14 octobre 2011

Nostalgia Bersama Jamaah Nursiyyin Turki


Pada tahun 2004 tepatnya tanggal 6 0ktober aku telah menginjak negeri sang para nabi, negeri yang begitu indah dengan nuansa bangunan kuno dan antik, disini pula terdapat banyak kerajaan yang berpengaruh bagi bangsa-bangsa lainnya, kita bisa melihat benteng Sholahuddin, benteng Sultan Hasan, Qutbay (Aleksandria), dan beberapa benteng lainnya yang pastinya mempunyai pengaruh sejarah dunia, begitu pula Mesirpun mencetak banyak ulama dunia, kita lihat DR.Yusuf Qordowi (ketua Ulama dunia), Hasan al-Banna dan Sayyid Qutb (tokoh Ikhwan Muslimin), Syekh Syarowi (beliau pernah mengajar di Arab Saudi dan Aljazair), Muhamad Abduh (Pemikir Islam terkenal didunia), Rosyid Ridho dan masih banyak lagi lainnya.

Keberagaman model pemikiran di Mesir memang hal yang biasa, bahkan banyaknya jamaah muncul di seantreo Mesir, seperti adanya jamaah sufi disini banyak sekali macamnya, sampai-sampai kalau kita pergi ke masjid Husain (dekat Universitas al-Azhar) pada hai jumat, maka kita akan menyaksikan berbagai macam torikot sufi berkumpul disini, dan setelah sholat jumat mereka melakukan barbagai macam wirid sesuai dengan torikot mereka masing-masing, disinilah bentuk keseragaman bangsa Mesir tanpa harus adanya perselisihan diantara mereka, mereka akur dalam masjid ini, masya Allah.


Pada tahun 2005 aku mencoba untuk bergabung dengan warga asing, kebetulan aku mengenal salah satu warga asing dari Turki yang tinggal dekat dengan rumah ku, pastinya dia bukan cewek dong, dia sudah berumur kurang lebih 27, dia bernama Nihat (bukan Nihat Kahveci penyerang Real Sociedad), walau umur sdh kelihatan tua tetapi dia itu suka bercanda, dan akhirnya aku nekat bilang kepada nya untuk bisa tinggal bersama mereka, semua teman-teman Turki yang tinggal bersama Nihat bermusyawarah untuk membahas masalah saya ini, kebanyakan dari mereka setuju kalau saya diperbolehkan tinggal bersama mereka walaupun ada satu senior dari Turki bernama Usman (sekarang dia bekerja di al-Jazair, saya kadang kala sering contac dgnya) tidak menyetujui kalau saya tinggal bersama mereka, dengan alasan perbedaan adat antara Turki dengan Indonesia akan membuat permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi akhirnya Usman mengikuti pendapat senior lainnya yaitu Ustadz Ahmad Ates dan Abdul Kerim Beybara (Ketua Cultur Turkish Soceity), karena mereka yang menentukan masuk atau tidaknya saya bersama mereka.






Setelah musyawarah orang-orang Turki menekatkan bahwa aku bisa tinggal bersama mereka akupun senang, karena ini adalah kesempatan buat saya untuk mengembangkan kemampuan saya dalam berbahasa arab, disinilah ketika bersama dengan orang asing akan terbiasa dengan budaya lain dan bahasa lain yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya, disinilah aku mulai untuk belajar dan belajar khususnya untuk lebih lancar dalam berbahasa arab, orang asing di Mesir ini kebanyakan berbahasa arab faseh, beda dengan orang Mesir kebanyakan menggunakan bahasa planet ammiyah.

Akupun diperkenalkan dengan berbagai budaya baru dari Turki, mulai dari makanan yang berbeda, ini bisa aku liha ketika pagi mereka makan kentang direbus dan ditumbuk lembut dicampur dengan telor bersama dengan manisan plus minuman teh ala Turki...to be continued
.

By: Salis Fitrowan Lc.

0 commentaires:

Enregistrer un commentaire

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan